[Gulir ke bawah untuk terjemahan bahasa Indonesia / Scroll down for Indonesian translation]
We have witnessed the growth in quantity and militancy of the protests in West Papua and parts of Indonesia as the Papuans’ statements of rejection of the Indonesian Government have become more pronounced along with the call for independence (merdeka).
On Tuesday this week, Indonesia’s National Police Chief and Air Force Commander, along with other high-ranking officials, arrived in Jayapura for a closed-door meeting with some community and church leaders. In this meeting, Police Chief Tito Karnavian allegedly stated that Papuan students who study abroad should be able to adjust to the local culture, referring to the incident which triggered the massive protests wherein Papuan students in East Java were harassed and arbitrarily arrested by the police and some ultra-nationalist groups based on false accusations of disrespecting the Indonesian Flag.
By the end of the second week of the nationwide protests, at least six protestors have already been killed while several more have been injured, including children. Indonesia has increased security forces in the region with the deployment of additional military troops in Manokwari, Sorong, Fakfak, among other centers of protest.
The violence and casualties have been denied by the Indonesian state through the national police spokesman. With the current internet shutdown, Papuans are at a disadvantage in this propaganda war as it is difficult for local media and people’s organizations to provide information to foreign media. As of late afternoon of August 29, mobile communications have also been cut.
The Merdeka Network condemns Gen. Karnavian’s statement justifying the racism and violence experienced by the Papuan students in East Java. We also denounce the Indonesian Army’s mass killing of protestors in the Deiyai Regency which up to now, hold the bodies of the victims in their custody, and still aren’t identified by families.
We continue to call for the immediate pull-out of Indonesian troops and police in West Papua as they did not and definitely will not resume the ‘peace and order’ but will only exacerbate the violence against Papuans as proven by this latest massacre.
We also demand to put an end to this communications shutdown which was allegedly put in place to prevent circulation of fake news that will further provoke panic and riots but in reality, it is another one of Indonesia’s tactics to hide the atrocities happening in their backyard and to prevent people, especially the international community, from knowing why the Papuans are rising and protesting which may prompt international support for the Papuan struggle.
With this, we call on the international community to strengthen our solidarity with West Papua through public statements, petitions, lobbying, demonstrations, or other symbolic actions that will further put pressure on Indonesian President Joko Widodo to address the Papuan’s demand for self-determination.
As we hold the Widodo Administration accountable for its crimes against West Papua, we also remain vigilant towards Imperialist war machines particularly the US, Australia, and China who have economic, political, and military gains from Papua being an Indonesian colony, but also have records of taking advantage of people’s uprisings for their self-serving, imperialist agendas.
Long live international solidarity!
Advance the call for West Papua’s self-determination! Papua Merdeka!
Reference:
Deewa Dela Cruz
---
Tentang Papua Barat yang Semakin Bersemangat untuk Menentukan Nasib Sendiri
Kami telah menyaksikan pertumbuhan dalam jumlah dan militansi protes di Papua Barat dan sebagian Indonesia ketika pernyataan penolakan orang Papua terhadap Pemerintah Indonesia menjadi lebih jelas bersamaan dengan seruan untuk kemerdekaan (merdeka).
Pada hari Selasa minggu ini, Kepala Kepolisian Nasional dan Komandan Angkatan Udara Indonesia, bersama dengan pejabat tinggi lainnya, tiba di Jayapura untuk pertemuan tertutup dengan beberapa tokoh masyarakat dan gereja. Dalam pertemuan ini, Kepala Polisi Tito Karnavian diduga menyatakan bahwa siswa Papua yang belajar di luar negeri harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya lokal, merujuk pada insiden yang memicu protes besar-besaran di mana siswa Papua di Jawa Timur dilecehkan dan ditangkap secara sewenang-wenang oleh polisi dan beberapa kelompok ultra-nasionalis berdasarkan tuduhan palsu tidak menghormati Bendera Indonesia.
Pada akhir minggu kedua protes nasional, setidaknya enam pemrotes telah tewas sementara beberapa lainnya telah terluka, termasuk anak-anak. Indonesia telah meningkatkan pasukan keamanan di wilayah ini dengan penempatan pasukan militer tambahan di Manokwari, Sorong, Fakfak, di antara pusat-pusat protes lainnya.
Kekerasan dan korban telah ditolak oleh negara Indonesia melalui juru bicara kepolisian nasional. Dengan penutupan internet saat ini, orang Papua berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam perang propaganda ini karena sulit bagi media lokal dan organisasi masyarakat untuk memberikan informasi kepada media asing. Pada sore hari 29 Agustus, komunikasi seluler juga telah terputus.
Jejaring Merdeka mengutuk pernyataan Jenderal Karnavian yang membenarkan rasisme dan kekerasan yang dialami oleh para siswa Papua di Jawa Timur. Kami juga mengecam pembunuhan massal oleh Tentara Indonesia terhadap para demonstran di Kabupaten Deiyai yang hingga kini, menahan tubuh para korban dalam tahanan mereka, dan masih belum diidentifikasi oleh keluarga.
Kami terus menyerukan penarikan segera pasukan dan polisi Indonesia di Papua Barat karena mereka tidak dan pasti tidak akan melanjutkan 'perdamaian dan ketertiban' tetapi hanya akan memperburuk kekerasan terhadap orang Papua sebagaimana dibuktikan oleh pembantaian terbaru ini.
Kami juga menuntut untuk mengakhiri penghentian komunikasi ini yang diduga diberlakukan untuk mencegah peredaran berita palsu yang selanjutnya akan memicu kepanikan dan kerusuhan, tetapi pada kenyataannya, itu adalah salah satu taktik Indonesia lainnya untuk menyembunyikan kekejaman yang terjadi di halaman belakang mereka dan untuk mencegah orang, terutama masyarakat internasional, untuk mengetahui mengapa orang Papua bangkit dan memprotes yang dapat mendorong dukungan internasional untuk perjuangan orang Papua.
Dengan ini, kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memperkuat solidaritas kami dengan Papua Barat melalui pernyataan publik, petisi, lobi, demonstrasi, atau tindakan simbolis lainnya yang selanjutnya akan menekan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk menjawab permintaan orang Papua akan penentuan nasib sendiri.
Karena kami menganggap Pemerintahan Widodo bertanggung jawab atas kejahatannya terhadap Papua Barat, kami juga tetap waspada terhadap mesin perang Imperialis khususnya AS, Australia, dan China yang memiliki keuntungan ekonomi, politik, dan militer dari Papua sebagai koloni Indonesia, tetapi juga memiliki catatan mengambil keuntungan dari pemberontakan rakyat untuk agenda imperialis yang mementingkan diri sendiri.
Hidup solidaritas internasional yang panjang!
Tingkatkan panggilan untuk penentuan nasib sendiri Papua Barat! Papua Merdeka!
Bahasa Translation by Ento Bless
コメント